Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif. Data dari Survei Ekonomi Nasional (Susenas) pada tahun 2020 mencatat terdapat 28,05 juta penyandang disabilitas di Indonesia.Hal ini membuat indonesia menjadi salah satu negara dengan penyandang disabilitas tertinggi di Asia Tenggara.
Menurut WHO, dibandingkan dengan masyarakat yang bukan penyandang disabilitas, beberapa penyandang disabilitas meninggal 20 tahun lebih awal. Kesenjangan akses kesehatan menyebabkan mereka mengalami kondisi kesehatan yang lebih buruk sehingga menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Hasil laporan Survei Akses dan Kualitas Layanan Kesehatan Bagi Penyandang Disabilitas (2019) menyatakan bahwa fasilitas kesehatan yang ada belum cukup mengakomodasi kebutuhan khusus untuk penyandang disabilitas. Selain itu, tenaga kesehatan juga dinilai belum mampu menangani kebutuhan penyandang disabilitas, yang mana hal ini dapat menyebabkan diskriminasi dan stigmatisasi pada penyandang disabilitas ketika mengakses layanan kesehatan.
Oleh karena itu, SCORP CIMSA melakukan penelitian pada 63 penyandang disabilitas di pulau sumatera, jawa, dan kalimantan untuk melihat gambaran diskriminasi dan stigmatisasi pada penyandang disabilitas di fasilitas kesehatan. Adapun karakteristik responden bisa dilihat dari tabel berikut
Kategori | Frekuensi (n=63) | Persentase (%) |
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan | 30 33 | 47.6 53.4 |
Usia 17-25 Tahun 26-35 Tahun 36-45 Tahun 46-55 Tahun | 45 6 6 6 | 71.4 9.5 9.5 9.5 |
Provinsi Sumatera Utara Jawa Barat Jakarta Jawa Timur Jawa Tengah Yogyakarta Kalimantan Timur | 8 1 1 28 19 4 2 | 12.7 1.6 1.6 44.4 30.2 6.3 3.2 |
Penyandang Disabilitas Fisik Intelektual Mental Sensorik | 10 2 3 48 | 15.9 3.2 4.8 76.2 |
Berdasarkan data dari 63 responden, distribusi jenis kelamin terdiri atas 30 laki-laki dan 33 perempuan. Sebagian besar responden berusia 17-25 tahun, yaitu sebanyak 45 orang. Mayoritas responden berasal dari Provinsi Jawa Timur sebanyak 28 orang, diikuti oleh Provinsi Jawa Tengah sebanyak 19 orang. Jenis disabilitas yang paling banyak dialami responden adalah disabilitas sensorik sebanyak 48 orang, disabilitas fisik sebanyak 10 orang, disabilitas mental sebanyak 3 orang, dan disabilitas intelektual sebanyak 2 orang.
Pengalaman Responden dalam Mengakses Layanan Kesehatan
Kategori | Frekuensi (n=63) | Persentase (%) |
Tidak diobati, akan sembuh dengan sendirinya | 5 | 7.9 |
Diobati sendiri (minum obat obatan, jamu yang dijual dari warung / toko) | 7 | 11.1 |
Dokter praktek, poliklinik | 18 | 28.6 |
Rumah Sakit | 23 | 36.5 |
Puskesmas | 10 | 15.9 |
Sebagian besar responden memilih mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit. Sedangkan, 18 responden memilih mengakses layanan kesehatan di praktek dokter atau poliklinik, 10 orang di puskesmas, 7 orang melakukan pengobatan mandiri, dan 5 orang memilih untuk tidak berobat ketika sakit . Situasi ini menunjukkan bahwa rumah sakit masih menjadi pilihan utama bagi penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kesehatan. Namun, responden yang memilih pengobatan mandiri atau tidak mengobati kondisinya menunjukkan adanya hambatan yang mungkin mereka hadapi.
Sebagian besar mengalami beberapa hambatan dalam mengakses fasilitas kesehatan, seperti:
· Sulit menjangkau fasilitas kesehatan
· Tidak adanya pendamping
· Kualitas jalan menuju fasilitas kesehatan yang buruk
· Fasilitas untuk penyandang disabilitas yang tidak memadai.
Meskipun ada hambatan dalam akses, penilaian positif ditujukan pada pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, hal ini menunjukkan bahwa ada upaya yang sudah berjalan untuk memberikan layanan yang lebih baik bagi penyandang disabilitas yang perlu terus diperhatikan.
Diskriminasi pada Fasilitas dan Layanan Kesehatan
Kategori | Frekuensi | Persentase % |
Puskesmas | 3 | 13.6 |
Praktik dokter | 1 | 4.5 |
Praktik dokter gigi | 0 | 0 |
Klinik | 1 | 4.5 |
Rumah Sakit | 0 | 0 |
Tidak ada | 58 | 77.4 |
Dari 63 responden, sebanyak 58 orang menjawab bahwa mereka tidak pernah mengalami perlakuan diskriminasi saat berobat di fasilitas kesehatan dalam satu tahun terakhir, sementara 5 responden lainnya mengaku pernah mengalami diskriminasi. Diskriminasi ini terjadi Puskesmas (13.6%), praktek dokter (4.5%), dan klinik (4.5%). Responden melaporkan bahwa beberapa petugas kesehatan di fasilitas kesehatan tersebut tidak ramah sehingga responden merasa didiskriminasi. Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar responden merasa diperlakukan dengan baik di fasilitas kesehatan, masih ada beberapa kasus diskriminasi yang perlu diperhatikan. Perlakuan tidak ramah dari petugas kesehatan dapat mempengaruhi kenyamanan pasien saat menerima layanan kesehatan dan berpotensi menurunkan kepercayaan mereka terhadap fasilitas tersebut.
Penyandang disabilitas masih menghadapi berbagai tantangan dalam mengakses layanan kesehatan, seperti stigma, diskriminasi, dan fasilitas yang belum sepenuhnya memadai. Banyak fasilitas kesehatan yang belum mengakomodasi kebutuhan khusus penyandang disabilitas, baik dari segi infrastruktur maupun pelayanan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak, termasuk tenaga kesehatan, pemerintah, dan masyarakat, perlu bekerja sama untuk menciptakan layanan kesehatan yang inklusif, ramah, dan bebas dari diskriminasi bagi penyandang disabilitas.
Referensi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas
World Health Organization. Disability [Internet]. World Health Organization. World Health Organization; 2024. Available from: https://www.who.int/health-topics/disability#tab=tab_1
Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI. Menilik Perlindungan Sosial bagi Penyandang Disabilitas. Kesejahteraan Rakyat Budget Issue Brief [Internet]. 2022 Jun;02(10).
Acknowledgement
Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Local Officer on Human Rights and Peace (LORP), anggota Standing Committee on Human Rights and Peace (SCORP), serta Center for Indonesian Medical Students’ Activities (CIMSA) atas dukungan dan bantuan mereka.
Ditulis oleh:
RnDC SCORP CIMSA 2024-2025 dan RSD Team SCORP CIMSA 2024-2025