
Artikel oleh SUAKA Indonesia
Berdasarkan data dari Factsheet Indonesia Mei 2023 oleh UNHCR, Indonesia memiliki 12.704 orang refugees atau pengungsi internasional yang terdaftar secara resmi. Pengungsi di Indonesia saat ini tinggal di akomodasi kepengungsian yang disediakan IOM dan ada pula yang tinggal secara mandiri berbaur dengan masyarakat. Bagaimanapun selama tinggal di Indonesia, para pengungsi internasional mengalami keterbatasan dalam pemenuhan hak mereka, seperti tidak dapat bekerja secara formal di Indonesia, berbagai masalah kesehatan dan keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan, hingga pendidikan. Perlu diketahui pula bahwa Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi Tahun 1951 hingga saat ini.
Beberapa tantangan kesehatan menurut SUAKA yang rentan dihadapi oleh para pengungsi internasional adalah masalah kesehatan mental, adanya kasus disabilitas, dan sulitnya memiliki asuransi. Saat ini, para pengungsi internasional sudah dapat mengakses layanan kesehatan umum, seperti layanan untuk ibu dan anak serta imunisasi. Disebutkan pula dalam Indonesia Factsheet May 2023, situasi medis ini ditangani oleh UNHCR dan mitra mereka. Namun, kondisi ini masih sangat terbatas dan belum dapat dijangkau secara mudah karena mereka tidak dapat memperoleh akses kesehatan secara gratis, seperti masyarakat Indonesia.
Akses pendidikan formal anak-anak pengungsi telah ditekankan pada surat edaran terbaru pada 12 Mei tahun 2022 oleh Kemendikbudristek berupa himbauan kepada 50 Kepala Daerah dan Kepala Dinas Pendidikan yang wilayahnya memiliki pengungsi untuk menjadi peserta didik. Surat ini dikeluarkan untuk memenuhi akses pendidikan kepada anak-anak pengungsi tanpa mengurangi atau membebankan APBD dan ABPD. Ini membuktikan adanya perkembangan akses pendidikan selama biaya anak-anak tersebut ditanggung pribadi atau donor dengan surat pengantar dari IOM atau UNHCR. Inilah penghambat pelaksanaannya karena tidak mudah untuk pengungsi mendapatkan donor biaya sekolah. Tidak hanya itu, meskipun beberapa anak-anak pengungsi akhirnya bisa bersekolah secara formal dengan berbagai bantuan, mereka tetap mengalami kesulitan dalam proses penerbitan ijazah sah pasca menyelesaikan pendidikan. Hal tersebut perlu menjadi fokus perhatian untuk dapat diselesaikan kedepannya.
Setelah melakukan diskusi secara langsung kepada temanan-teman dari jaringan SUAKA yang dahulunya merupakan pengungsi di Indonesia yang kini telah mendapatkan resettlement atau ditempatkan kembali di berbagai negara, mereka mengharapkan adanya upaya untuk meningkatkan kesadaran publik serta adanya keterlibatan advokasi isu kepengungsian oleh pemuda Indonesia. Alangkah baiknya jika usaha tersebut dapat diikuti dengan bantuan, khususnya untuk anak-anak karena mereka memiliki hak yang sepatutnya dipenuhi untuk menunjang tumbuh kembang demi masa depan mereka, seperti buku, fasilitas keperluan belajar, dan seragam sekolah. Adanya bantuan kesehatan, seperti layanan medis dasar, cek kesehatan, hingga test Covid-19 secara gratis dapat menjadi bantuan berharga bagi saudara-saudara pengungsi internasional di Indonesia, mengingat bahwa mereka memiliki keterbatasan ekonomi dan tetap harus secara berkala mendapatkan akses memadai kepada kesehatan.